Bisnis yang eksis hingga 40 tahun, seperti merek Indomie, Coca cola, dan lainnya coba amati apakah mereka memiliki keunggulan hingga 100 buah? Mereka ini lebih mengedepankan strategi bisnis yang berbasis riset pelanggan orientasinya kepada keunggulan yang benar-benar dekat ke konsumen, karena kita  ketahui kadang keunggulan bisa juga lebih dekat kepada produsen, biasanya ditandai dg penjualan yg tidak bagus, kurang direspon pasar, ‘keunggulan’ tidak bisa sepihak dirumuskan oleh produsen, tetapi juga melibatkan konsumen. Itu juga ketika Mie Sedap akan memasuki pasar Indonesia maka butuh 2 tahun meriset pasar dengan dana milyaran, namun setidaknya  lebih dr 15% pasar pesaing yg waktu itu dikuasai Indomie, tergerus keberadaan Mie Sedap.

Jika bisnis mereka eksis dengan berbagai strategi bisnis yang ada, karena memang kemampuan mendengarkan konsumennya begitu peka, begitu sensitif, bisa dengan berbagai cara.  Nah ini berlawan dengan para pemula dalam membangun usaha gelisah dengan bingung merumuskan berbagai keunggulan, padahal keunggulan sendiri tidak harus dalam jumlah yg cukup besar, tidak harus 100 buah keunggulan, kadang hanya 1, tetapi itu telak tidak bisa ditandingi oleh pesaing, atau keunggulan itu benar2 belum ditonjolkan oleh pesaing.

Ketika  seorang rekan datang mengajak diskusi panjang lebih, dengan rencana bisnis, akan meluncurkna produk baru, dan akan menohok produk lama, produk herbal dari hasil kajian Farmalologi sebuah perrguruan tinggi negeri, saat diskusi memang ini Pemasarnya benar-benar baru, orang jawa bilang “nol putul”.  Namun, dengan percaya diri menyampaikan banyak keunggulan-keunggulan sepihak yang belum diuji benar dengan para pesaingnya, maka saya justru meminta keunggukan itu sedikit saja, tapi telak. Kaget rekan saya ini, maka rekan sy merumuskan ini, jadi PR, akan ketemu lain hari, namun harus libatkan kondisi sekarang dan pesaing seperti apa?  Bukan feeling dan kira-kira saja, karena pasar tidak dikira-kira juga.

Itula membangun keunggulan tidak harus terlalu bernafsu dengan 1000 keunggulan, dengan berbekal 1000 milyar rupiah, dengan 1ooo gedung mewah, karena jika kenggulan terlalu banyak, yang pada akhirnya malah susah diingat konsumen, maka pendekatan itu kurang berarti.  Produk2 besar Indonesia, keunggulan lebih kepada sesatu yg Vital dari pada uraian detil yang puanjaang, dalam brosurnya. Namun jika pemula dalam bisnis biasanya justru daftar keunggulan begitu panjang seperti cerpen.

Lalu bagaimana hubungan keunggulan ini dengan daya tarik? yah hem daya tarik itu biasanya akan digoda dari Differensiasi dulu kemudian kepada layanan umumnya, yang ada juga dipesaing, kemudian syarat Differensiasi, menurut saya adalah “sesuatu” yang bisa dikirim melalui upaya ‘positioning”   (Semoga tidak bingung ini bacanya heeeeee)

Ok bahasa mudahnya, keunggulan jadikan persepsi yang akan ditanam di benak konsumen, tapi harus pada posisi ‘benar-benar’ unggul. tidak perlu nunggu 1000 keunggulan baru lauching produk,  belajar dari Microsoft, keluarkan dulu Produk, jika ada kelemahan sempurnakan dengan Service Pack.

Back to topic, akhirnya rekan saya tadi saya minta memberikan detil untuk bahan baku, sistem distribusi, proses produksi agar bisa mencari di mana Daya tariknya

Ambil contoh kasus lain tentang keunggulan dari minyak goreng yg ada saat ini, coba diperhatikan antara keunggulan dan keunikan yang ditonjolkan,

  1. Minyak goreng xxxx diproses 2 kali saring
  2. Minyak goreng yyyyy bisa diminum dan sehat
  3. Minyak goreng zzzzz bebas kolesterol
  4. MInyak goreng dddddd irit tidak mudah menguap

Loh tuh kan, minyak goreng saja keunggulan di masing2 bisa beda walau wujudnya sama….. dan keunggulannya gak perlu hingga ratusan biji, karena memang daya tarik itu soal apa Yang lebih diharapkan oleh Konsumen..