Kadang ketika habis mengikuti seminar kewirausahaan, workshop maka semangat sangat menggebu, ketika esok hari sehabsi bangun tidur sudah berbeda lagi, kemudian setelah ada rutinitas lain, sudah beda lagi kondisinya.

Yah memang ada yang seperti itu, karena memang motivasi dalam diri sendiri, kadang perlu refill atau reposisi.  Karena keberanian memulai usaha juga didukung pemahaman kewirausahaan yang baik, walau masih minim.

Sifat mengebu-gebu bisa  beralih menjadi menjadi tergesa-gesa dalam memulai usaha, sehingga melupakan aspek mental kita. Mental memang harus dilatih, di biasakan, dikondisikan, dan memang itu butuh waktu.  Kadang ketergesaan memulai usaha, memaksa untuk mengabaikan pondasi mentalnya, pondasi skilnya, pondasi keilmuwannya, sehingga ketika jatuh, bruukk terasa lebih berat, dan sulit tidur.   Namun berbeda dengan yang sudah terbiasa menghadapi masalah2, dan paham mengalokasikan emosi keterpurukan itu, menjadi sebuah jalan keluar yang sudah terbangun rapi,  ada yang langsung  mendekatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

Kemanakah pondasi itu diletakkan?

  1. Hati, karena bahwa otak kita, kemauan kita, keinginan kita, sumbernya dari hati, bisa dalam keyakinan dan kepasrahan kepada Allah. Bisa dalam bentuk keikhlasan, segumpal darah  itu benar2 mempengaruh  pondasi kita. Ada yang mempertajam dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
  2. Cara Memandang, bagaimana memandang sebuah jalan memulai usaha, itu beragam sekali, namun cara memandang itu benar2  akan menjadi sebuah  PETA dalam aktifitas kita, sehingga ini perlu di asah, kepada pendahulu kita, kepada pelaku usaha sejenis, kepada tuntunan.  Seperti pisau yang awalnya terlihat kuat, kokoh namun sebenernya tumpul pada ujungnya, tidak bisa untuk menembus keraguan kita, tidak bisa menembus kegelisahan kita. Maka perlu di asah menjadi semakin tajam, agar bisa menembus keraguan dan kegelisahan.
  3. Konsistensi, ini memang sulit namun ini pondasi, selama kita konsisten kepada apa yang ada di perencanaan, ada di pandangan2 kita, maka konsistensi menjadi bensin/bahan bakar, begitu tidak konsisten maka ibarat  ‘tersumbat’, sehingga bahan bakar berlebih stoknya tapi tidak mampu menggerakkan laju kita.

Sehingga ketika ada seorang karyawan, yang sampai rumah petang, kemudian menyiapkan rencana usaha dan mencicil actioannya setiap malam hingga hampir dini hari, segala hal menjadi konsisten, rasa kantuk pun dibabat habis, sekarang beliau ini menjadi salah satu pemilik usaha kuliner yg cukup populer di Indonesia, yah memang konsistensi  ini menjadi saluran untuk maju.