Mungkin banyak yang sudah mengenal target costing, sebuah metode di jepang yang digunakan untuk menetapkan harga berdasar dari hasil riset sebelum produksi.

Urutannya adalah pebinis jepang mengadakan riset pasar tentang fungsi baru yang banyak diinginkan, kemudian dalam proses selanjutnya menentukan harga produk, namun menjadikan pesaing sebagai parameter, didukung seberapa kuat daya tariknya. Kemudian mereka mengadakan uji kelayakan produksi, dengan mencari informasi biaya produksi, pengadaan komponen dan kemungkinan rekayasa agar didapat harga yang lebih murah, agar target harga bisa sesuai harapan dan lebih terjangkau dari pesaing, selanjutnya menguji dari fungsi-fungsi, apakah ada fungsi yang bisa dihilangkan, yang memang itu sebenernya mayoritas tidak akan digunakan oleh segmen pemakai produk ini, di sisi lain dengan sungguh mencari supplier yang berani member harga  lebih rendah, kadang butuh waktu untuk menentukan pilihan.
Setelah semua terdata, kemudian mencoba membuat proyeksi final, apakah dari semua yang dilakukanm, harga yang ditarget, dengan kualitas yang diharapkan bisa masuk dalam persaingan, jika ternyata jawabannya tidak maka mereka sama sekali tidak mau meneruskan pengembangan ini karena dirasa tidak akan bisa memenuhi posisi persaingan karena harga tidak sesuai  target awal dan kemungkinan juga tidak akan mendapatkan keuntungan.

Yah itulah, pebisnis jepang dengan target costing, jadi justru kisaran harga jual sudah dipatok duluan, dengan target, baru uji kelayakan produksi, jika dalam usaha awal tadi dirasa ada keuntungan, perhitungan mantap, maka dengan sungguh-sungguh proyeksi itu diwujudkan. Bagaimana di Indonesia?