Kewirausahaan merupakan mata kuliah pokok dibangku kuliah yang hampir pasti ada di semua jurusan.  Dan saat ini kewirausahaan diharapkan menjadi tumpuan solusi pengangguran  dan perekonomian daerah dan nasional, karena merunut kembali pada tahun 2000 – 2006 tingkat pengangguran di sebagian besar negara ASEAN stabil bahkan menurun, sebaliknya Indonesia malah naik dari 6 persen menjadi 10,4 persen. Laporan PBB Mei 2007 menyebutkan tingkat pengangguran di Indonesia tertinggi di antara negara-negara ASEAN  (Harian “Kompas”, 16 Februari 2008)

Pengangguran tinggi namun wirausaha Indonesia sangat rendah, misal di negara maju menujukkan proporsi yang besar terhadap keterlibatan wirausahawan dalam memajukan Negara,  seperti  Amerika Serikat terdapat 11 persen wirausaha dari jumlah penduduk. Di Singapura ada sekitar 7 persen, di Indonesia baru sekitar 0,18 persen.

Namun berhasilkah matakuliah tersebut menciptakan lulusan yang siap terjun di lapangan? Beberapa hal yang perlu penyebab  dari belum berhasilnya nilai-nilai wirausaha terpatri di di mahasiswa di bangku kuliah:

  • Pendidik memberikan materi berdasar logika pragmatis, baik dari buku, internet, copy-paste materi dari dosen lain.
  • Pendidik di perguruan tinggi  hanya ‘mengurusi’ aspek hard skill: kognitif dan psikomotorik
  • Kurangnya lahan dan keterlibatan mahasiswa di dalam proses-proses perguruan tinggi baik terintegrasi di manajemen perguruan maupun outscourcing.
  • Penyediaan dana dan modal dari perguruan tinggi  yang tidak proporsional untuk digunakan mahasiswa dalam praktek dan aplikasi kewirausahaan, misal untuk peningkatan koperasi mahasiswa yang melibatkan banyak mahasiswa, atau adanya Entrepreneurship Corner untuk membidangi even-even kampus yang diadakan perguruan tinggi, misal ketelibatan dalam panitia seminar, panitia workshop dll.
  • Terabaikannya masalah afektif/ soft skill  antara lain faktor kejujuran dan tanggunjawab misal kejujuran saat  mengisi presensi, ujian matakuliah kewirausahaan, keterlibatan dalam penangnggung jawab ruangan, dalam pengerjaan tugas mandiri (bukan menyontek).
  • Kurangnya Pendekatan  pembelajaran langsung/taklangsung mendorong tumbuhnya soft skill.

Sehingga sudah sepantasnya mahasiswa mencari peluang pengembangan wirusaha bermodal pragmatis di bangku kuliah dan studi empiris di masyarakat.

Begitu lulus sudah tidak harus belajar lagi untuk adaptasi dengan perkembangan dan perubahan zaman.

Ipan Pranashakti KIP